Hidup di Ketinggian 4.200 Mdpl dan Minim Oksigen, Begini Evolusi Wanita di Tibet
Diperbarui:2024-11-28 22:24 Jumlah Klik:176Foto: dok. Istimewa/Orang Tibet memberikan salam dengan cara menjulurkan lidahnya kepada orang lain.Jakarta -
Hidup di dataran tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi manusia karena suhu yang dingin dan minimnya oksigen. Namun, selama lebih dari 10.000 tahun, orang-orang di Tibet bisa bertahan hidup, bahkan para wanita bisa melahirkan dengan baik.
Tantangan hidup di dataran tinggi bisa begitu sulit karena kadar oksigen lebih sedikit dibandingkan dengan di permukaan. Sebagai gambaran, jika sekali menarik napas di ketinggian, maka hanya dapat menghirup sedikit oksigen.
Padahal wilayah di Tibet, ketinggiannya mencapai 4.900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kondisi di Tibet ini yang menarik perhatian ilmuwan untuk mengetahui bagaimana wanita di sana bisa bereproduksi dengan baik.
Baca juga: Benarkah Wanita Lebih Berisiko Meninggal Akibat Serangan Jantung-Stroke?Baca juga: Profil 8 Negara Asia Selatan, Dialiri Sungai Indus yang BersejarahKetahanan Luar Biasa Wanita di TibetDalam studi yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS), peneliti mempelajari 417 wanita Tibet berusia 46 hingga 86 tahun yang tinggal antara 3.657-4.267 meter di atas permukaan laut di lokasi Mustang Atas, Nepal, di tepi selatan Dataran Tinggi Tibet.
Mereka mengumpulkan data mengenai riwayat reproduksi manusia, pengukuran fisiologis, sampel DNA, dan faktor sosial. Selain itu, peneliti juga mempelajari bagaimana karakteristik pengiriman oksigen di dataran tinggi.
Dalam hal ini berkaitan dengan kadar oksigen di udara dan darah yang lebih rendah, sehingga dapat memengaruhi jumlah persalinan yang berhasil.
"Ini merupakan hal yang penting karena jumlah kelahiran hidup adalah salah satu tanda utama dari kebugaran atau kemampuan bertahan hidup suatu spesies dalam jangka panjang," tulis peneliti.
Hasil penelitian mengungkapkan bagaimana ciri-ciri fisiologis wanita Tibet menjadi rahasia mereka bisa bereproduksi di lingkungan yang sangat kekurangan oksigen.
Studi yang dipimpin oleh dosen Emeritus Terhormat dari Case Western Reserve University, Amerika Serikat, Cynthia Beall, menunjukkan bahwa ketahanan luar biasa para wanita Tibet bisa memberikan wawasan bagaimana manusia dapat beradaptasi di lingkungan yang ekstrem.
"Memahami bagaimana populasi seperti ini beradaptasi, memberi kita pemahaman yang lebih baik tentang proses evolusi manusia," ucapnya yang dikutip dari thedaily.case.edu.
Ciri Fisiologis yang Unik dari Wanita di TibetDalam studinya, para peneliti menemukan bahwa wanita Tibet yang memiliki anak terbanyak memiliki ciri darah dan jantung yang unik, ini membantu tubuh mereka dalam menyalurkan oksigen.
Wanita yang melaporkan kelahiran hidup terbanyak memiliki kadar hemoglobin, yaitu molekul yang membawa oksigen, mendekati rata-rata sampel dan saturasi oksigen yang tinggi.
Dengan saturasi oksigen yang tinggi, memungkinkan pengiriman oksigen yang lebih efisien ke sel tanpa meningkatkan viskositas darah. Hal ini karena semakin kental darah, semakin besar tekanan pada jantung.
"Ini adalah kasus seleksi alam yang terus berlanjut," kata Beall, yang juga Profesor Antropologi Sarah Idell Pyle di Case Western Reserve University .
"Wanita Tibet telah berevolusi dengan cara yang menyeimbangkan kebutuhan oksigen tubuh tanpa membebani jantung," imbuhnya.
Kemungkinan Gen Turunan dari DenisovanPeneliti menerangkan bahwa satu sifat genetik yang mereka pelajari kemungkinan berasal dari Denisovan yang hidup di Siberia sekitar 50.000 tahun yang lalu. Keturunan mereka kemudian bermigrasi ke dataran tinggi Tibet.
Sifat tersebut merupakan varian gen EPAS1 yang unik bagi populasi asli dataran tinggi Tibet dan bisa mengatur konsentrasi hemoglobin. Sifat lainnya, seperti peningkatan aliran darah ke paru-paru dan ventrikel jantung yang lebih lebar, semakin meningkatkan pengiriman oksigen.
Sifat-sifat ini berkontribusi pada keberhasilan reproduksi yang lebih besar, memberikan wawasan tentang bagaimana manusia beradaptasi dengan kadar oksigen rendah seumur hidup di udara dan tubuh mereka.
Baca juga: Orang Papua Nugini Punya Gen Unik yang Bisa Bantu Melawan Infeksi, DNA Purba? Video: Tantangan yang Dihadapi Peneliti Perempuan Menurut Kemendikbudristek
Kategori